Kamis, 04 Oktober 2018

Penjara Vs Rehabilitasi Penyalah Guna Narkotika

Penjara Vs Rehabilitasi Penyalah Guna Narkotika
 
  Hasil gambar untuk narkotika Sumber : https://sumutpos.co/2017/03/27/inilah-190-jenis-narkotika-dibagi-tiga-golongan/

Khusus bagi Penyalah Guna Narkotika sebagaimana Pasal 127 ayat 1 Penyalah Guna Narkotika golongan I bagi diri sendiri dapat dipidana maksimal 4 tahun, bagi Penyalah Guna Narkotika golongan II bagi diri sendiri dapat dipidana maksimal 2 tahun, Penyalah Guna Narkotika golongan III bagi diri sendiri dapat dipidana maksimal 1 tahun dan dapat  rehabilitasi medis dan sosial diatur pada Pasal 127 ayat 2 UU Narkotika  dan Penjara dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, yang memerintahkan hakim dalam memutus perkara Narkotika memperthatikan Pasal 54,55 dan 103. Para Pecandu Narkotika atau Korban Penyalah Guna Narkotika diharapkan setelah keluar dari masa menjalani  penjara dan rehabilitasi tidak mengulangi perbuatan kembali dan dapat kembali hidup normal seperti biasa  hidup bermasyarakat. Menghindarkan diri dari pergaulan-pergaulan sosial yang salah yang dapat menjeruskan dalam Penyalahgunaan Narkotika lagi.

"Menurut Perspektif DR Anang Iskandar Dosen Universitas Trisakti undang undang No. 35 tahun 2009 tentang narkotika yang berlaku sekarang ini juga mengintegrasikan pendekatan penegakan hukum dengan upaya pemulihan, menggunakan doble track system pemidanaan, dimana khusus terhadap pengedar dan kelompoknya menggunakan Criminal Justice System ( CJS ) bermuara pada pidana penjara. Sedangkan terhadap penyalah guna dan kelompoknya menggunakan Rehabilitation Justice System ( RJS ) yaitu proses pertanggungan jawab secara kriminal, penghukumannya keluar dari penghukuman kriminal menjadi penghukuman non kriminal". Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Sumber Energi Peredaran Gelap Narkotika di Indonesia, http://www.tribunnews.com/tribunners/2018/01/01/sumber-energi-peredaran-gelap-narkotika-di-indonesia.

Mejelis Hakim dalam menangani perkara Narkotika cenderung menggunakan CJS yang bermuara pada pidana penjara dan hampir dalam setiap putusannya meniadakan RJS khususnya perkara Narkotika dalam kelompok Penyalah Guna Narkotika. Seyogyanya bagi Penyalah Guna Narkotika perlu di pertimbangkan Pasal 103 UU Narkotika. Penjabaran Pasal 103 UU Narkotika sendiri dapat dilihat menurut SEMA No.4 tahun 2010 terkait pemidanaan tersebut dapat dijatuhkan pada klasifikasi tindak pidana sebagai berikut :
a. Terdakwa pada saat ditanggkap oleh penyidik polri dan penyidik BNN dalam kondisi tertangkap
    tangan.
b. Pada saat tertangkap tangan sebagimana disebutkan pada huruf a ditemukan barang bukti
    pemakaian 1 (satu) hari dengan perincian pada tabel sebagai berikut :

No
Barang Bukti
Berat
1.
Kelompok metamphetamine (shabu)
1 gram
2.
Kelompok MDMA (ekstasi)
2,4 gram – 8 butir
3.
Kelompok Heroin
1,8 gram
4.
Kelompok Kokain
1,8 gram
5.
Kelompok Ganja
5 gram
6.
Daun Koka
5 gram
7.
Meskalin
5 gram
8.
Kelompok  Psilosybin
3 gram
9.
Kelompok LSD (d-lysergic acid diethylamide)
2 gram
10.
Kelompok PCP (phencyclidine)
3 gram
11.
Kelompok Fentanil
1 gram
12.
Kelompok Metadon
0,5 gram
13.
Kelompok Morfin
1,8 gram
14.
Kelompok Petidin
0,96 gram
15.
Kelompok Kodein
72 gram
16.
Kelompok Bufrenorfin
32 mg
 
Majelis Hakim maupun JPU cendrung menerapakan Pasal 112 atau Pasal 114 UU Narkotika (lihat UU Narkotika) terkait seseorang dapat memiliki, mengusai, menyimpan atau menjual, menjadi perantara jual beli saja yang dapat menjadi aspek pertimbangan pertanggun jawaban pidana  tanpa melihat motif dari kesalahan yang dilakukan Terdakwa Narkotika. Dalam teori kasalahan bahwansaya perbuatan terdakwa dihubungkan dengan maksud menghendaki (teori kesengajaan) yang berarti adanya kehendak yang diarahkan pelaku tindak pidana untuk mewujudkan sebuah perbuatan yang dirumuskan didalam undang-undang. Untuk membuktikan suatu perbuatan sebagai suatu hal yang dikehendakai maka harus dibuktikan perbuatan itu sesuai dengan motifnya untuk berbuat dan tujuan yang hendak dicapai dan antara motif, perbuatan dan tujuan harus ada hubungan kausal dalam batin terdakwa
 
Demikian tulisan ini semoga bermanfaat.   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar