Penjara Vs Rehabilitasi Penyalah Guna Narkotika
Sumber : https://sumutpos.co/2017/03/27/inilah-190-jenis-narkotika-dibagi-tiga-golongan/
Sumber : https://sumutpos.co/2017/03/27/inilah-190-jenis-narkotika-dibagi-tiga-golongan/
Khusus bagi Penyalah Guna Narkotika sebagaimana Pasal 127 ayat 1 Penyalah Guna Narkotika golongan I bagi diri sendiri dapat dipidana maksimal 4 tahun, bagi Penyalah Guna Narkotika golongan II bagi diri sendiri dapat dipidana maksimal 2 tahun, Penyalah Guna Narkotika golongan III bagi diri sendiri dapat dipidana maksimal 1 tahun dan dapat rehabilitasi medis dan sosial diatur pada Pasal 127 ayat 2 UU Narkotika dan Penjara dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, yang memerintahkan hakim dalam memutus perkara Narkotika memperthatikan Pasal 54,55 dan 103. Para Pecandu Narkotika atau Korban Penyalah Guna Narkotika diharapkan setelah keluar dari masa menjalani penjara dan rehabilitasi tidak mengulangi perbuatan kembali dan dapat kembali hidup normal seperti biasa hidup bermasyarakat. Menghindarkan diri dari pergaulan-pergaulan sosial yang salah yang dapat menjeruskan dalam Penyalahgunaan Narkotika lagi.
"Menurut Perspektif DR Anang Iskandar Dosen Universitas Trisakti undang undang No. 35 tahun 2009 tentang narkotika
yang berlaku sekarang ini juga mengintegrasikan pendekatan penegakan
hukum dengan upaya pemulihan, menggunakan doble track system pemidanaan,
dimana khusus terhadap pengedar dan kelompoknya menggunakan Criminal
Justice System ( CJS ) bermuara pada pidana penjara. Sedangkan terhadap penyalah guna dan kelompoknya menggunakan
Rehabilitation Justice System ( RJS ) yaitu proses pertanggungan jawab
secara kriminal, penghukumannya keluar dari penghukuman kriminal menjadi
penghukuman non kriminal". Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Sumber Energi Peredaran Gelap Narkotika di Indonesia, http://www.tribunnews.com/tribunners/2018/01/01/sumber-energi-peredaran-gelap-narkotika-di-indonesia.
Mejelis Hakim dalam menangani perkara Narkotika cenderung menggunakan CJS yang bermuara pada pidana penjara dan hampir dalam setiap putusannya meniadakan RJS khususnya perkara Narkotika dalam kelompok Penyalah Guna Narkotika. Seyogyanya bagi Penyalah Guna Narkotika perlu di pertimbangkan Pasal 103 UU Narkotika. Penjabaran Pasal 103 UU Narkotika sendiri dapat dilihat menurut SEMA No.4 tahun 2010 terkait pemidanaan tersebut dapat dijatuhkan pada klasifikasi tindak pidana sebagai berikut :
a. Terdakwa pada saat ditanggkap oleh penyidik polri dan penyidik BNN dalam kondisi tertangkap
tangan.
tangan.
b. Pada saat tertangkap tangan sebagimana disebutkan pada huruf a ditemukan barang bukti
pemakaian 1 (satu) hari dengan perincian pada tabel sebagai berikut :
Majelis Hakim maupun JPU cendrung menerapakan Pasal 112 atau Pasal 114 UU Narkotika (lihat UU Narkotika) terkait seseorang dapat memiliki, mengusai, menyimpan atau menjual, menjadi perantara jual beli saja yang dapat menjadi aspek pertimbangan pertanggun jawaban pidana tanpa melihat motif dari kesalahan yang dilakukan Terdakwa Narkotika. Dalam teori kasalahan bahwansaya perbuatan terdakwa dihubungkan dengan maksud menghendaki (teori kesengajaan) yang berarti adanya kehendak yang diarahkan pelaku tindak pidana untuk mewujudkan sebuah perbuatan yang dirumuskan didalam undang-undang. Untuk membuktikan suatu perbuatan sebagai suatu hal yang dikehendakai maka harus dibuktikan perbuatan itu sesuai dengan motifnya untuk berbuat dan tujuan yang hendak dicapai dan antara motif, perbuatan dan tujuan harus ada hubungan kausal dalam batin terdakwa
pemakaian 1 (satu) hari dengan perincian pada tabel sebagai berikut :
No
|
Barang Bukti
|
Berat
|
1.
|
Kelompok metamphetamine (shabu)
|
1 gram
|
2.
|
Kelompok MDMA (ekstasi)
|
2,4 gram – 8 butir
|
3.
|
Kelompok Heroin
|
1,8 gram
|
4.
|
Kelompok Kokain
|
1,8 gram
|
5.
|
Kelompok Ganja
|
5 gram
|
6.
|
Daun Koka
|
5 gram
|
7.
|
Meskalin
|
5 gram
|
8.
|
Kelompok Psilosybin
|
3 gram
|
9.
|
Kelompok LSD (d-lysergic acid diethylamide)
|
2 gram
|
10.
|
Kelompok PCP (phencyclidine)
|
3 gram
|
11.
|
Kelompok Fentanil
|
1 gram
|
12.
|
Kelompok Metadon
|
0,5 gram
|
13.
|
Kelompok Morfin
|
1,8 gram
|
14.
|
Kelompok Petidin
|
0,96 gram
|
15.
|
Kelompok Kodein
|
72 gram
|
16.
|
Kelompok Bufrenorfin
|
32 mg
|
Majelis Hakim maupun JPU cendrung menerapakan Pasal 112 atau Pasal 114 UU Narkotika (lihat UU Narkotika) terkait seseorang dapat memiliki, mengusai, menyimpan atau menjual, menjadi perantara jual beli saja yang dapat menjadi aspek pertimbangan pertanggun jawaban pidana tanpa melihat motif dari kesalahan yang dilakukan Terdakwa Narkotika. Dalam teori kasalahan bahwansaya perbuatan terdakwa dihubungkan dengan maksud menghendaki (teori kesengajaan) yang berarti adanya kehendak yang diarahkan pelaku tindak pidana untuk mewujudkan sebuah perbuatan yang dirumuskan didalam undang-undang. Untuk membuktikan suatu perbuatan sebagai suatu hal yang dikehendakai maka harus dibuktikan perbuatan itu sesuai dengan motifnya untuk berbuat dan tujuan yang hendak dicapai dan antara motif, perbuatan dan tujuan harus ada hubungan kausal dalam batin terdakwa
Demikian tulisan ini semoga bermanfaat.